PRAKATA DARI PENERJEMAH

PRAKATA DARI PENERJEMAH


Terus terang saya tidak suka website Faith Freedom Indonesia, sebab sekalipun ada banyak informasi yang baik tersedia di sana, namun isinya kebanyakan diselingi cacian dan ejekan. Mungkin memang bangsa ini senang dengan gaya-gaya seperti itu, saya tidak tahu. Namun suatu saat seseorang di FB memperlihatkan gambar koin Arab yang bertuliskan MHMT dan bergambar Yesus yang memegang salib. Tentu saja ini menarik minat saya. Maka saya langsung menelusuri dan mencari tahu tentang koin-koin Arab itu lebih lanjut. Saya berselancar di dunia maya dan akhirnya mata saya tertambat pada situs Faith Freedom International Forum dan menemukan informasi yang sangat penting, mendidik, dan tentu akademis, tentang kajian historisitas Nabi Muhammad dengan judul MUHAMMAD – MYTH VS REALITY yang diposting oleh seorang member dengan nickname “The Cat”. Setelah saya membaca, saya bertekad untuk menerjemahkannya untuk para pembaca, demi suatu pembelajaran yang baik tentang sejarah agama Islam yang di-dasarkan atas penelusuran rekam jejak yang kredibel serta bukti-bukti yang valid.

Satu hal yang seyogyanya para pembaca ketahui bahwa tujuan saya menerje mahkan ini bukan dimotivasi oleh misi Kristen, dan memang Penerjemah tidak berafiliasi pada agama manapun. Begitu mudah orang Islam menuduh semua kritikan yang dilontarkan padanya selalu dibalas dengan asumsi “ah itu kan konspirasi Kristen, Barat dan Yahudi.” Dan saya rasa sudah seharusnya kita membuang jauh-jauh prasangka bodoh semacam itu. Untuk diketahui bahwa sang penggagas thread itu sendiri, The Cat, justru lebih banyak mengutip artikel-artikel dari para penulis cendikiawan Islam sendiri, yaitu di www. free-minds.org. Di situs tersebut anda bisa membaca sendiri pemikiran-pemikiran para kritikus Islam dari dalam tubuh Islam sendiri. Motivasi saya menerjemahkan semua ini agar semakin banyak informasi mendidik yang didasarkan pada riset-riset analisis historis dan analisa akademis lainnya. Sudah saatnya masyarakat kita mulai berpikir rasional dan melihat bahwa klaim-klaim kebenaran agama akan supremasi ajaran dan tradisinya, melulu hanya pembenaran sepihak dan tidak berdasar, baik secara sejarah maupun akal sehat.

Selama ini wacana berpikir umat suatu agama ketika menatap agama lainnya selalu disertai dengan paradigma claim of truth; bahwa agama saya yang benar dan agama yang lain tidak atau kurang benar, sudah dipalsukan, tidak menjamin masuk surga dsb. Hasrat untuk mempelajari agama lainpun dimotivasi untuk mencari ayat-ayat yang bisa meneguhkan supremasi tokoh agamanya sendiri. Lihatlah bagaimana Kristen merasa bahwa Yesus adalah mesias yang dijanjikan dalam Perjanjian Lama, sehingga orang Yahudi yang menolak kemesiasan Yesus akhirnya didiskriminasi dalam sejarah peradaban Eropa. Lihat pula bagaimana Islam mengklaim bahwa Muhammad telah diramalkan oleh Yesus dan Musa dengan mengklaim ayat-ayat tertentu dan menafsirkannya secara serampangan dan tendensius, sehingga mereka yang tidak percaya kenabian Muhammad dianggap pendusta kitabnya sendiri. Lebih parah lagi klaim-klaim bahwa Muhammad telah diramalkan dalam kitab-kitab Hindu sebagai Kalki,
avatar yang akan datang, dan sebagai Maitreya Buddha yang akan datang dsb. Saya rasa kebodohan semacama itu sudah seharusnya dihapus jauh-jauh dari cara berpikir anak-anak bangsa ini.

Bagi saya, agama adalah budaya yang disucikan begitu rupa oleh manusia yang tidak mau berpikir kritis dan hanya menekankan romantisme psikologi masa lalu. Agama adalah produk budaya manusia, dan semua kitab suci agama adalah karya manusia. Tidak ada tuhan yang berinisiatif menelurkan suatu agama tertentu dan menolak agama tertentu. Tidak ada suatu tuhan yang mencintai umat tertentu dan menolak umat lainnya karena tidak mempercayai ajaran-ajaran agama tertentu. Sederhananya, baik itu agama, kitab suci dan konsep tuhan adalah buatan manusia sebagai wujud dari kerinduan manusia untuk mencari makna hidup dan selaras dengan dirinya dan sesama.

Menjalani hidup yang bermakna dan bermartabat tidak melulu harus bersandar kepada satu agama dan kemudian memandang remeh agama-agama lainnya. Meyakini sesuatu ajaran adalah hak asasi, begitu pula dengan mengkritisi dan tidak meyakininya, sama-sama suatu hak. Ada kebebasan untuk meyakini (freedom to believe), ada juga kebebasan untuk tidak meyakini (freedom to disbelieve). Untuk meyakini dan tidak meyakini, justru perlu adanya bukti-bukti yang mendukung, baik secara material ataupun koginisi yang sehat. Hanya bermodalkan percaya saja, seperti yang agama-agama ajarkan saat ini, terbukti hanya menjadikan pemeluknya bersikap apatis, diskriminatif, fundamentalis, radikal, bahkan tidak aneh atas nama tuhan dan agama, kekerasan dan tindakan tidak manusiawi dihalalkan.

Sudah sangat mendesak bagi anak-anak bangsa ini untuk tidak memandang agama sebagai suatu hadiah yang diturunkan dari surga oleh suatu sosok penyelenggara ilahi yang masih diskriminatif, bias gender dan impulsive dengan kekerasan, suatu tuhan bersosok yang hanya pas dibayangkan oleh orang-orang primitif abad-abad lalu yang culas dan penuh prasangkan primordial dan ambisi-ambisi politik kejam.

Karena ini diambil dari forum, maka kadang ada bagian-bagian yang tampak meloncat-loncat sesuai dengan kondisi dan arus komunikasi para member di dalamnya. Untuk itu penerjemah mengambil inisiatif untuk menjembatani lompatan-lompatan topik yang tiba-tiba, dengan kata-kata dari penerjemah sendiri, tentu dalam porsi yang minimal. Termasuk ketika penerjemah berinisiatif memberi penghantar sebelum memasuki bab pertama dan merekonstruksi beberapa fragmen dan gambar agar bisa cocok dengan isu-isu yang dipaparkan.

Bagi anda yang tidak merasa senang dengan isi dari himpunan artikel ini, saya persilahkan untuk mengunjungi alamat web:
http://indonesian.faithfreedom.org/~faithfre/forum09/viewtopic.php?f=20&t=5518&
sid=5f02a85efa42508298495e02577315dd
dan langsung berdebat dengan ‘The Cat’ - sang penggagas thread-nya, dalam
bahasa Inggris tentunya.

Terima kasih.